Sabtu, 29 April 2017
Minggu, 16 April 2017
TEORI AKUNTANSI (ASET)
ASET
A. Pengertian
Aset merupakan elemen neraca pembentuk informasi
semantik berupa posisi keuangan dan merepresentasi potensi jasa fisis dan nonfisis
yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. APB dan Ijiri mendefinisi
aset sebagai sumber ekonomik karena adanya unsur kelengkapan sehingga suatu entitas
harus mengendalikannya dari akses pihak lain melalui transaksi ekonomik. APB
juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik. APB No.4
merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik sebagai berikut :
·
Sumber produktif
·
Produk
·
Uang
·
Klaim untuk menerima uang
·
Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan
lain
Manfaat Ekonomik, manfaat ekonomik aset ditunjukkan oleh pontesi
jasa atau utilitas yang melekat padanya yaitu suatu daya atau kapasitas langka
yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan
melalui kegiatan ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Dikuasai oleh Entitas, atas dasar konsep substansi daripada bentuk,
suatu objek cukup dikuasai dan tidak perlu dimiliki oleh kesatuan usaha untuk
dapat disebut sebagai aset kesatuan usaha. Penguasaan dapat diperoleh melalui
pembelian, pemberian, penemuan, perjanjian, produksi, penjualan, pertukaran,
peminjaman, penjaminan, pengkonsignaan, dan berbagai transaksi komersial lainnya.
Akbiat Transaksi atau Kejadian
Masa Lalu, penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. Bahwa
aset harus timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk
memneuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Manfaat ekonomik dan
penguasaan atau hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek
ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca).
Jadi, definisi aset harus dibedakan dengan pengakuan aset. Definisi hanya
merupakan salah satu kriteria pengakuan.
Karakteristik, beberapa karakteristik merupakan pendukung
yang meyakinkan adanya aset. Karakterisik tersebut adalah melibatkan kos, berwujud,
tertukaran, terpisahkan, dan penegasan atau kekuatan secara legal.
Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset
tetapi tidak harus dipenuhi untuk memasukkan suatu objek sebagai aset.
B. Pengukuran
Dengan konsep kontinuitas usaha, pos atau
sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap perlakuan sejalan dengan aliran fisis
kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan, pengolahan, dan penjualan/penyerahan.
Secara aliran infromasi, aliran fisis suatu sumber ekonomik atau objek harus
direpresentasi dalam kos sehingga hubungan antarobjek bermakna sebagai informasi.
Kos merupakan representasi kualitatif suatu objek. Oleh karena itu, kos juga
mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis yaitu pengukuran,
penelusuran, dan pembebanan.
Kos Sebagai Pengukur dan Bahan
Olah Akuntansi, konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur aset pada
saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam
transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak.
Jumlah rupiah tersebut akan menjadi pengukur aset yang diperoleh kesatuan usaha
dan akan menjadi bahan olah akuntansi yang disebut kos. Jadi, kos dalam arti
luas mempunyai makna sebagai agregat harga dalam pemerolehan suatu aset.
Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti, transaksi pertukaran dapat dijadikan landasan
untuk menentukan kos yang teradalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan
atas mekanisme pasar yang bebas sehingga tia menjadi bukti validitas pengukuran
kos lebih-lebih dalam mekanisme pasar sempurna. Telah disinggung di atas bahwa
mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki agar :
a. Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan atau ancaman.
Kondisi ini menghindari adanya transaksi sepihak.
b. Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi secara bebas.
Kondisi ini menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar merefleksi nilai
wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling objektif.
c. Barang yang dipertukarkan cukup standar dan tersedia cukup banyak di
pasar bebas. Dengan kata lain, cukup banyak penjual dan pembeli sehingga tak
seorangpun cukup kuat untuk mempengaruhi harga.
Pengukuran Kos, dalam praktiknya, pemerolehan aset
merupakan proses yang tidak terjadi begitu saja selesai dalam satu kegiatan
tetapi terdiri atas serangkaian kegiatan misalnya, menempatkan order, menerima barang,
meneliti kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan barang, dan
akhirnya menggunakan barang tersebut. Oleh karena itu, besar kecilnya kos yang
harus dicatat pertama kali sebagai pengukur suatu aset pada saat pemerolehan
ditentukan oleh dua hal yaitu (1) atas kegiatan yang disebut pemerolehan dan
(2) jenis penghargaan.
Rugi Dalam Pemerolehan Aset, kecuali karena hal-hal yang tidak normal
yang mengharuskan kos yang terjadi segera diakui sebagai rugi yang dapat
terjadi pada tahapan kegiatan usaha manapun, semua kos yang terjadi merupakan
aset atau merupakan bagian dari jumlah rupiah total aset perusahaan paling
tidak dalam beberapa saat. Berbagai kos tersebut dapat merepresentasi objek
fisis maupu nonfisis. Tiap aset yang direpresentasi dengan kos tersebut berada
dalam hal kecepatannya untuk diserap habis sebagai penguragan atau beban pendapatan.
C. Penilaian
Penilaian adalah penetua jumlah rupiah yang
harus dilekatkan pada suatu pos aset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam
statemen keuangan pada tanggal tertentu.
Tujuan Penilaian Aset, tujuan penilain aset adalah merepresentasi
atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan
basis penilaian yang sesuai.
Konsep dan Basis Penilaian, penilaian dapat didasarkan pada nilai
masukan atau keluaran bergantung pada tujuan merepresentasi aset. Jadi, konsep nilai
masukan dan keluaran sebenarnya berkaitan dengan konsep kesatuan usaha yang dianggap
menguasai sumber ekonomik (aset) dan harus mempertanggungjelaskan aset tersebut.
Oleh karena itu, yang dimaksud masukan tidak lain adalah transaksi pertukaran
dalam rangka memperoleh suatu aset sedangkan keluaran adalah transaksi
pertukaran dalam rangka “menjual” suatu pos aset atau objek jasa tertentu.
Dasar penilaian yang akan dipilih sebenarnya menggambarkan nilai pertukaran
tersebut.
Nilai Masukan, nilai masukan didasarkan atas jumlah
rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh suatu aset atau
objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha. Kalau tujuan menyajikan makna
aset ini adalah untuk menunjukkan aliran kas yang akan keluar dari unit usaha
maka nilai masuka merupakan alternatif nilai keluaran untuk objek jasa bila
memang tidak ada pasar objek tersebut sehingga nilai keluaran tidak dapat
diukur dengan cukup pasti dan andal. Secara umum nilai masukan terdiri dari kos
historis, kos pengganti, dan kos harapan.
Nilai Keluaran, nilai keluaran didasarkan atas jumlah
rupiah kas atau penghargaan lainnya yang diterima suatu unit usaha apabila
suatu aset atau potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usaha melalui
pertukaran atau konversi. Secara umum, pertukaran ini lebih berpaut dengan aset
yang tujuannya adalah dijual atau dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk
kegiatan produksi. Ada berbagai dasar penilaian yang dapat digunaka dan tiap
pos aset dapat dinilai menurut dasar yang paling sesuai dengan tujuan pelaporan
tiap pos tersebut. Secara umum nilai keluaran terdiri dari harga jual masa
lalu, harga jual sekarang, dan nilai terrealisasi harapan.
Kos atau Pasar yang Lebih Rendah, penilaian atas dasar kos atau pasar yang
lebih rendah merupakan kombinasi nilai masukan dan keluaran karena pengertian
pasar dalam hal ini dapat berarti pasar barang masukan atau keluaran. Untuk
sediaan barang, pasar mengacu ke nilai masukan karena barang biasanya dijual
pada pasar yang berbeda dengan harga yang lebih tinggi. Semetara itu, untuk
surat-surat berharga pasar mengacu ke nilai keluaran karena surat berharga
dijual-belikan pada pasar yang sama sehingga kos dan harga jual keduanya dipandang
sebagai nilai atau harga keluaran.
Penilaian Menurut FASB, untuk tujuan penilaian pos aset tertentu,
tiap dasar penilaian mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Tanpa
memperhatikan sifat masukan atau keluaran, FASB menyarankan untuk tetap menggunakan
makna penilaian yang sekarang dipraktikkan. FASB mengidentifikasi lima makna
atau atribut yang dapat direpresentasi dalam berbagai atribut penilain. Bila
dikaitkan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB dapat disarikan berikut ini :
a. Historical cost
b. Current cost
c. Current market value
d. Net realizable value
e. Present value of future cash flows
D. Pengakuan
Pengakuan dan penyajian aset biasanya ditentukan
dalam standar akuntansi yang mengatur tiap pos aset. Masalah akuntansi yang menyangkut
pengakuan biasanya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah
yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan.
Hal ini biasanya berkaitan dengan antara lain sewaguna, bunga selama masa konstruksi
aset tetap, riset dan pengembangan, eksplotasi minyak dan gas bumi, rugi
selisih kurs valuta asing, dan sumber daya manusia.
Beban Tangguhan, untuk beberapa kasus, pelaksanaan kaidah
pengakuan menjadi pelik karena karakteristik unik kos yang terlibat menyebabkan
keraguan. Diperlakukan sebagai aset meragukan karena manfaat ekonomik masa depan
tidak cukup pasti sementara kalau diperlakukan sebagai biaya atau dibebankan ke
pendapatan tahun terjadinya juga tidak pas karena asosiasi dengan pendapatan
sulit untuk ditentukan. Diperlakukan sebagai rugi juga tidak tepat karena kos
merepresentasi upaya yang sah dan wajar. Kesulitan semacam ini menimbulkan
praktik bahwa kos-kos semacam itu ditampung dalam satu pos yang disebut beban
tangguhan.
Sewaguna, sewaguna menimbulkan masalah pelik dalam
pengakuan aset karena di Amerika pada mulanya sewaguna digunakan sebagai sarana
pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis tanpa harus menunjukkan utang yang
timbul dari pemerolehab tersebut. Dengan kata lain, sewaguna diperlakukan sebagai
sewa-menyewa biasa sehingga jumlah rupiah sewa yang dibayarkan diperlakukan sebagai
biaya sewa. Praktik semacam ini, disebut dengan pendanaan lepas-neraca, dipandang
tidak sehat dari segi pelaporan keuangan karena terdapat utang yang cukup besar
yang tidak dilaporkan dalam neraca.
Kos Bunga, telah disebutkan bahwa kos suatu aset adalah
semua pengeluaran yang diperlukan untuk menyiapkan aset tersebut sampai siap
dipakai atau dikonsumsi sebagaimana direncanakan. Masalah yang berkaitan dengan
hal ini adalah perlakuan kos bunga sebagai unsur kos fasilitas fisis yang dibangun
sendiri. Bila kesatuan usaha membangun sendiri fasilitas fisis dengan dana pinjaman
dan pembangunannya memakan waktu yang cukup lama, masalahnya adalah apakah kos bunga
selama masa pembangunan dapat dikapitalisasi.
E. Penyajian
Prinsip akuntansi berterima umum, terutama
standar akuntansi, menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun
aset didefinisi secara umum sebagai manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai
kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos
aset didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut. Pengungkapan
dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang mengatur tiap
pos.
Langganan:
Postingan (Atom)